Studi Islam Al-Amin

Cerdas, Sholeh, Profesional

Rabu, 10 April 2013

MAHABBAH DAN UKHUWAH

Secara bahasa kata ukhuwah berarti persaudaraan. Kata ini seakar dengan kata yang berarti memperhatikan. Ini mengisyaratkan untuk terwujud persaudaraan perlu ada perhatian antara mereka yang bersaudara. Perhatian muncul karena ada persamaan di antara mereka. Dari sini kata ukhuwah dimaknai sebagai persamaan dan keserasian dengan pihak lain, meliputi persamaan keturunan, persusuan, suku, bangsa, agama, dan profesi.
Ukhuwah :)

Islam menilai hidup dalam persaudaraan yang diilhami iman sebagai nikmat terbesar dan ikatan yang kokoh. Allah SWT berfirman, "Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara." (QS 3:103).

Persaudaraan sesama mukmin merupakan konsekuensi dari iman mereka. Mukmin yang tidak dapat hidup bersaudara dengan mukmin lain dalam kehidupan masyarakat, berarti imannya bermasalah. Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (QS 49:10).

Islam mengakui persaudaraan yang berlaku universal, meliputi sekalian manusia. Ini dipahami dari doa yang selalu dibaca Rasulullah SAW setelah shalat, "Ya Allah ya Rabb kami, Rabb segala sesuatu serta pemiliknya, saya bersaksi bahwa Engkau Allah Yang Maha Esa, dan tidak ada sekutu bagi-Mu Ya Allah ya Rabb kami, dan Rabb serta pemilik segala sesuatu, sesungguhnya aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Mu dan utusan-Mu. Ya Allah ya Rabb kami, Rabb segala sesuatu dan pemiliknya, sesungguhnya kami bersaksi bahwa semua hamba-Mu adalah bersaudara." (HR Ahmad).

Doa ini berisikan pengakuan prinsip ukhuwah yang diletakkan setelah syahadat kepada Allah dan syahadat rasul. Doa ini menegaskan dua bentuk persaudaraan, yaitu persaudaraan semua manusia (ukhuwah insaniyah ammahi) dan persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah Islamiyah).

Agar persaudaraan sesama mukmin kokoh perlu ada mahabbah (kecintaan) yang dibuktikan dengan membersihkan hati dari sifat iri, dengki, benci, permusuhan, dan pertengkaran. Mahabbah mendorong mukmin memosisikan orang lain seperti diri sendiri. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri." (HR Bukhari dan Muslim).

Mahabbah mendorong mukmin berlaku itsar, yaitu mengutamakan kepentingan saudara atas diri sendiri. Mukmin akan rela lapar dan haus demi mengenyangkan dan menyegarkan saudaranya, dan rela dadanya ditembus peluru untuk menebus saudaranya. Allah berfirman, "Dan oarng-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum kedatangan mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin), dan mereka mengutamakan orang-orang Muhajirin, atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu." (QS 59:9).

Kamis, 04 April 2013

Tanggung Jawab



"Hai orang-orang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad saw.) dan janganlah kalian mengingkari amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu sedang kalian mengetahui" (QS. Al-Anfaal : 27)
Kita semua akan sangat kagum dan terharu mendengar kisah bagaimana seorang nahkoda kapal yang sedang tenggelam berupaya sekuat tenaga menyelamatkan para penumpangnya dan dia tidak mau meninggalkan kapal itu sebelum seluruh penumpangnya selamat.

Kita pun akan terkesan mengenang perjuangan seorang ibu yang anaknya bandel hingga harus dipernjara. Namun, dia tetap berjuang agar sang anak tak putus asa. Dia terus membangun harapan bahwa hari esok, semua akan menjadi lebih baik. Perbuatan buruk sang anak tentu sangat mencoreng kehormatan orang tuanya. Akan tetapi, smeua itu dipikul dengan sabar sebagai bentuk tanggung jawab orang tua. Seburuk apapun kelakuan anak, mau tidak mau dia tetap darah dagingnya sendiri yang wajib dicucuri kasih sayang. Atau, boleh jadi kenakalan anak itu bermula justru dari kelalaiannya sendiri dalam mendidik anak-anaknya.

Banyak kisah yang membuat kita berdecak kagum yang bertutur tentang pengorbanan seseorang yang bertanggung jawab, walaupun untuk dia harus mempertaruhkan nyawa yang hanya satu-satunya yang ia miliki. Pada saat yang sama, kita pun akan sama-sama merasa mual dan dongkol ketika mendengar irang-orang yang tak bertanggung jawab. Begitu rendah dan menjijikannya sikap tidak bertanggung hawab itu. Seorang laki-laki secara tak bertanggung jawab merusak kegadisan wanita. Seorang suami berselingkuh menyia-nyiakan anak istrinnya. Seorang ibu menelantarkan bahkan membunuh bayi yang dilahirkan dari rahimnya sendiri. Seorang prajurit secara pengecut meninggalkan medan tempur.

Pemimpin jahat tidak bertanggung jawab atas rakyatnya. Dia bermegah-megah dan berleha-leha ketika rakyatnya mengerang kelaparan. Seorang guru tak bertanggung jawan, mengabaikan tugasnya mendidik generasi muda. Seorang pedagang licik mencampur barang baik dengan barang buruk semata hanya karena ingin meraup keuntungan setinggi-tingginya. Termasuk yang tak kalah hina-hinanya adalah, seorang anak yang tak bertanggung jawab kepada kedua orang tua yang telah berusaha susah payah membesarkannya dari kecil.

Kita harus mengevaluasi diri, sampai sejauh mana kesadaran kita memikul amanah yang diembankan di pundak kita. Sejauh mana kita telah gigih mempertanggungjawabkan semua itu? Banyak tanggung jawab yang sebenarnya harus kita tunaikan. Sebagai manusia, kita perlu bertanya, apakah kita berperilaku dan bermartabat layaknya manusia, atau kita justru berjasad manusia namun berperilaku hewan? Sepanjang hari hanya sibuk memuaskan nafsu syahwat, keserakahan, kebuasan, kelicikan dan aneka perilaku lain layaknya tingkah binatang.

Sebagai muslim kita wajib bertanya, apakah kita benar-benat menjaga kehormatan selaku seorang Islam, ataukah perilaku kita malah mencoreng kemuliaan Islam? Sebagai orang tua, kita perlu meraba hati, jangan-jangan selama ini kita tidak serius mendidik dan memberi suri teladan sehingga mereka tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang berakhlak buruk. Bisa jadi kitalah yang menjerumuskan anak-anak itu, bikan perilaku mereka sendiri.

Sebagai warga masyarakat, kita perlu merenung kembali, jangan-jangan  kita termasuk "sampah masyarakat". Jangan menganggap sampah masyarakat itu otang miskin. Orang kaya, bergelar, berkedudukan, berkuasa, namun kalau kelakuannya buruk, angkuh, sok pamer dan tidak bermanfaat sedikit pun, dia bisa juga disebut sampah masyarakat! Orang berada yang tidak peduli kepada orang miskin dan justru mengeksploitasi keringat orang miskin, maka dialah sampah masyarakat yang paling busuk.

Di atas hanyalah sebagai contoh dari tanggung jawab yang bisa kita renungkah. Masih banyak aneka tanggung jawab lain yang mesti kita pikul dalam kehidupan sehari-hari. Maka mulailah kita bangun akhlak kita dengan bertanggung jawab terhadap amanah-amanah, sekalipun kecil nilainya.

Rawatlah tanggung jawab penampilan kita. Bersikap manis, jangan sampai wajah kita tidak terkendali, selalu cemberut dan merusak kehangatan suasana. Bertanggung jawablah terhadap kata-kata yang kita keluarkan. Jangan bicara kecuali yang benar dan manfaat.

Bertanggung jawablah dalam hal keuangan. Pastikan tidak ada hak orang lain yang ada pada diri kita yang terambil secara yang tidak halal. Hindari perilaku mark up, suap-menyuap, korupsi, mengambil kembalian tanpa permisi, melalaikan utang dan perilaku curang lain. Pastikan tidak ada harta haram pada diri kita. Dengan perilaku ini, Insya Allah, kita akan sangat bahagia, terhormat, dan akan diicukupi rezeki oleh Allah SWT.

Dan bertanggung jawablah bila kita melakukan kesalahan. Seberat apa pun hukuman dunia yang harus dipikul karena kesalahan itu, masihlah lebih ringan dibandingkan hukuman berupa siksa Allah yang perihnya tiada terlukiskan oleh gambaran apa pun. Yakinlah, manusia pada umumnya akan memaafkan bahkan simpati kepada orang yang pernah berbuat salah, lalu sadar, bertobat dan berusaha mempertanggungjawabkan kesalahannya. Mungkin saja tubuhnya menghadapi hukuman, namun Allah dengan kemurahan-Nya akan mengampuni dan memulihkan nama baiknya di dunia ini maupun di akhirat kelak.